Menolak gerakan yang memicu perang : HpSamsung

Masyarakat Singaparna di Jawa Barat memprotes Jepang

Perjuangan masyarakat Singaparna Jawa Barat melawan Jepang dengan harapan kolonialisme tentu menjadi masa yang paling sulit bagi bangsa Indonesia, meskipun perjuangan ini tidak pernah berhenti. Konflik ini tentunya menjadi salah satu pertempuran besar di Indonesia yang berusaha mengusir penjajah.

Pada masa penjajahan tentunya berbagai hal dilakukan oleh penjajah  yang  menimpa dan menyiksa bangsa Indonesia. Oleh karena itu, beberapa upaya dilakukan untuk dapat membeli kesejahteraan sekaligus kebebasan masyarakat khususnya di wilayah Jawa Barat. Hal ini tentunya dilakukan dengan dukungan berbagai pihak di dalamnya juga.

Ada tokoh penting yang kemudian muncul dalam situasi oposisi masyarakat Singaparna Jawa Barat terhadap Jepang. Di bawah kepemimpinannya, semakin banyak orang bergabung untuk menghabiskan dan menghilangkan berbagai sikap kejam penjajah, dalam hal ini adalah Jepang pada saat itu.

Menolak gerakan yang memicu perang

Ketika Jepang mulai menduduki wilayah Indonesia, tidak hanya untuk membangun kekuatannya, tetapi berbagai budayanya dibawa untuk mempengaruhi rakyat. Tentunya Anda juga pernah mendengar atau membacanya. Salah satu budaya yang juga ingin ditanamkan Jepang adalah memberi penghormatan kepada benderanya.

Tak hanya itu, Jepang juga berusaha memaksa masyarakat Indonesia untuk menyanyikan lagu kebangsaannya. Yang termasuk penghormatan untuk menghadap matahari untuk menghormati kaisar Jepang atau yang disebut secrei. Dalam agama yang awalnya diyakini oleh orang Jepang, membungkuk menghadap matahari adalah bentuk penghormatan kepada dewa matahari.

Bangsa Indonesia menentangnya dan menolaknya dan pada saat itu  menjadi alasan protes masyarakat Singaprana di Jawa Barat terhadap Jepang. Sudah pasti keberadaan sikerei ini juga ditentang oleh banyak ulama yang ada karena juga mirip dengan gerakan ardas. Sehingga akan semakin mencemari lingkungan yang panas saat itu dan menciptakan lebih banyak masalah antara Jepang dan Indonesia.

Ada banyak tokoh ulama besar yang menentang gerakan ini dan memohon kepada tentara mereka untuk melawan tentara lawan. Tentu saja, ini dilakukan untuk melindungi kebebasan  dan mereka tidak ingin melakukan apa yang diyakini orang Jepang. Namun, karena sangat ditekankan,  tentara penyerang akan mempertimbangkan siapa pun yang tidak ingin melakukannya, dia akan merasa tidak puas dan pantas dihukum.

Penentangan rakyat Singaprana terhadap kebijakan Jepang

Salah satu maulvi yang kemudian menolak gerakan Sekerai adalah KH Zainal Mustafa. Ia dan seluruh santri pesantrennya Sukamanah dengan tegas menolak untuk melakukannya, dan  masyarakat Sinhaparna di Jawa Barat mulai memprotes Jepang. Termasuk juga mengatakan bahwa itu adalah tindakan yang dapat dikutuk bagi umat Islam untuk melakukan sekkerai dan harus dihindari.

Tentu saja, KH Zainal Mustafa tidak tinggal diam melihat Jepang menyiksa siapa pun yang telah menolak gerakan tersebut. Dia mulai menyusun strategi untuk meningkatkan kekuatannya sehingga dia bisa memberontak dengan benar melawan pasukan Jepang. Di Pesantren para santri dikerahkan untuk bisa melawan musuh.

Awalnya,  sebelum terjadi konflik  antara masyarakat Singaprana, Jawa Barat dan Jepang, penjajah mengirim rakyatnya untuk bernegosiasi dengan KH Zainal Mustafa agar ia bisa mengerti. Namun ternyata pada akhirnya duta besar Jepang justru terbunuh dan para penyerang tersinggung sehingga mereka memutuskan untuk menggunakan metode yang lebih keras.

Hingga akhirnya, perlawanan masyarakat Singaparna Jawa Barat terhadap Jepang tidak lagi terhindarkan. Meski memang jumlah tentaranya pasti kurang banyak sehingga pasukan lawan bisa menguasai oposisi. Pesantren memiliki banyak tentara yang ditahan Jepang dan mengeksekusi mereka karena tidak puas dan tidak mematuhi perintah mereka.

Masyarakat Singaparna yang memiliki kebijakan anti kolonial

Masyarakat di wilayah Singaparan sendiri sebenarnya adalah orang-orang yang cenderung religius. Sehingga berbagai kebijakan penjajah memang sangat kontradiktif, apalagi dengan berbagai kekejaman yang telah dilakukan. Ini tidak terlalu mirip dengan pemahaman agama yang diadopsi oleh sebagian besar orang Sinhaparna, yaitu Islam.

Salah satu  kendala oposisi masyarakat Singaprana Jawa Barat terhadap Jepang adalah banyaknya orang yang terbunuh akibat kerja paksa saat itu. Demikian pula, semua perilaku orang Jepang tampaknya tidak manusiawi. Adalah hati mereka untuk melakukan segala kemungkinan untuk menghukum setiap orang  yang telah diperintahkan dan yang dianggap sebagai pemberontak yang tidak ingin mengikutinya.

Selain itu, kebijakan maksimum telah diberikan oleh pihak Jepang dan tidak ada alasan untuk membatalkannya. Kebijakan tersebut dinilai bertentangan dengan ajaran agama dan bersifat koersif. Sehingga akan terus berjalan dan memaksa orang untuk hidup sengsara dan mereka tidak memiliki kebebasan untuk melakukan sesuai dengan ajaran agama mereka.

Terjadi perkelahian antara masyarakat Singaprana, Jawa Barat dan Jepang selama sekitar satu jam di desa Sukmanah. Pasukan yang dipimpin oleh K.H. Zainal Mustafa mengambil pedang dan menunjuk bambu sebagai senjatanya. Selain para siswa, ada juga tentara dari Campetai, Garut dan Tasikalaya. Mereka semua berkumpul untuk menentang keinginan kolonialisme Jepang, meskipun mereka akhirnya dikalahkan.

Mengenal sosok KH Zainal Mustafa

K.H. Zainal Mustafa atau yang dikenal sebagai Umari atau Hudemi di masa kecilnya sebenarnya adalah orang biasa. Ia belajar di Pesantren Gung Pari dan banyak berpindah tempat sebagai santri keliling. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan pengetahuan agama yang mendalam dari berbagai jenis guru dan cendekiawan.

Setelah bersekolah di beberapa pesantren di Jawa Barat dan karena kecerdasannya, Umri kemudian diangkat menjadi asisten Kiai Mutakin. Umari memiliki keinginan yang baik untuk dapat mengatur dan mengelola pescentrennya sendiri. Bagaimanapun, mimpi ini tidak menjadi kenyataan di Singaprana, daerah desa Baguar. Tentu ini adalah cerita di depan protes orang-orang Singaparanna di Jawa Barat terhadap Jepang.

Umri kemudian berganti nama menjadi KH Zainal Mustafa setelah menunaikan ibadah haji pada 1937. Ia meminta agar pendidikan bahasa Arab dipelajari sebagai hal utama agar lebih mudah memahami ilmu-ilmu agama. Namun, dalam pesantrennya juga diajarkan materi tentang sejarah Indonesia dan pertahanan tanah air.

Kehadiran bahan ini membuat KH Zainal Mustafa di bawah pengawasan intelijen penjajah Belanda. Ia kemudian dipenjara oleh Belanda. Tidak diragukan lagi hal ini disebabkan oleh kritiknya terhadap kebijakan penjajah yang pada saat itu dianggap bertentangan dengan ajaran agama dan tidak manusiawi.

Dia terus melakukan segala kemungkinan untuk melindungi agama dan rakyatnya. Menentang setiap kebijakan dari penjajah hingga Jepang yang datang ke Indonesia. Kecintaannya pada tanah air tidak dapat disangkal. Sebagai pahlawan nasional sudah banyak jasa yang diberikan dan berdampak besar bagi perjuangan bangsa Indonesia.

Perjuangan rakyat Singaparna harus benar-benar berakhir dengan kekalahan. Namun di daerah lain juga banyak yang menentang pemenuhan kebijakan penjajah yang tidak tepat untuk kesejahteraan rakyat.  Dimulai dengan protes rakyat Singaprana di Jawa Barat terhadap Jepang, perjuangan rakyat Indonesia untuk melindungi kemerdekaannya sungguh luar biasa.

Read More :